Beranda | Artikel
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 136
Rabu, 9 Januari 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 136 adalah kajian tafsir Al-Quran yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan RodjaTV pada Selasa, 10 Rabbi’ul Tsani 1440 H / 18 Desember 2018 M.

Kajian Tafsir Al-Quran: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 136

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Surat Al-Baqarah Ayat 136:

قُولُوا آمَنَّا بِاللَّـهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ ﴿١٣٦﴾

Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada Nabi-Nabi dari Rabb mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”.” (QS. Al-Baqarah[2]: 134)

Ayat ini menunjukkan akan keutamaan kita umat Islam. Dimana umat Islam beriman kepada seluruh Nabi semua kitab. Umat Islam beriman kepada Nabi Musa, Nabi Isa, umat Islam beriman kepada semua kitab-kitab yang diturunkan kepada para Nabi, dan kita tidak pernah membeda-bedakan antara Nabi ini dan Nabi itu. Pokoknya semua kita beriman. Ini tidak dimiliki oleh Yahudi dan Nasrani. Yahudi tidak beriman kepada Nabi Isa, apalagi kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang Nasrani tidak beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan kita umat Islam mengimani seluruh Nabi dan Rasul. Ini keistimewaan umat Islam.

Kata Syaikh Utsaimin, dari ayat ini kita ambil beberapa faidah:

Pertama, wajibnya beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kita umat Islam apa yang diturunkan itu itu Al-Qur’an dan hadist. Dan tentunya beriman kepada Allah, beriman kepada apa yang diturunkan kepada kita, sebagaimana sudah kita jelaskan, memiliki konsekuensi. Apa konsekuensinya? Yaitu:

  1. Mengimani semua ya Allah kabarkan dalam Al-Qur’an maupun dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  2. Wajib kita mempraktekkan semua perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.
  3. Wajib kita tunduk dan patuh. Dan ini harus ada pada keimanan seseorang. Karena iman tanpa ketundukan hakikatnya kesombongan. Iblis beriman kepada Allah, tapi masalahnya iblis tidak mau tunduk kepada Allah, tidak mau patuh kepada Allah, maka ini kesombongan. Percuma kalau seseorang berkata, “saya beriman, saya yakin percaya ada Allah, ada surga, ada neraka” Tapi ternyata dia tidak mau melaksanakan perintah-perintah Allah, dia bersombong kepada perintah-perintah Allah, na’udzubillah.

Kedua, orang yang beriman akan adanya Allah, yakin adanya Allah, tapi mereka mempersekutukan Allah dalam rububiyahNya, dalam uluhiyahNya, dalam nama dan sifatNya, maka hakikatnya ia bukan orang yang beriman. Sebagaimana sering kita bahas atau kita pernah sampaikan juga bawa orang-orang musyrikin Quraisy itu beriman tidak kepada Allah?

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيزُ الْعَلِيمُ ﴿٩﴾

Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka akan menjawab: “Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”.” (QS. Az-Zukhruf[43]: 9)

Lihat, orang Musyrikin menetapkan bagi Allah sifat ‘Izzah, orang musrikin yakin bahwa Allah itu Maha Tahu, tapi kenapa keimanan mereka itu tidak diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala? Karena dicampur dengan kesyirikan. Makanya Allah mengatakan:

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُم بِاللَّـهِ إِلَّا وَهُم مُّشْرِكُونَ ﴿١٠٦﴾

Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf[12]: 106)

Ketiga, bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah, beriman kepada rububiyah Allah dan bahwasanya Allah satu-satunya pencipta langit dan bumi, akan tetapi mereka malah menyembah juga selain Allah, maka mereka tidak disebut mukmin. Dari mana kita mengetahui faidah ini? Karena Allah mengatakan, “Katakanlah kami beriman kepada Allah.” Sekarang kita tanya, orang Yahudi beriman tidak kepada Allah? Orang Nasrani beriman kepada Allah tidak? Orang Yahudi yakin tidak bahwa satu-satunya yang menciptakan langit dan bumi hanyalah Allah? Orang Nasrani yakin nggak bahwa yang menciptakan langit dan bumi ini Allah? Yakin! Tapi masalahnya mereka mengatakan bahwa Allah mengambil anak. Mereka menyembah selain Allah subhanahu wa ta’ala. Maka hakikatnya mereka tidak beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Keempat, bahwa orang yang beriman akan adanya Allah, beriman akan rububiyahnya Allah, beriman bahwa Allah satu-satunya Dzat yang berhak disembah, tapi tidak beriman Allah memiliki nama dan sifat, atau punya keyakinan Allah punya nama tapi tidak punya sifat, atau mengimani sebagian sifat dan mengkufuri sifat yang lainnya, maka hakikatnya ia belum beriman dengan sebenar-benarnya iman. Ini orang imannya kurang. Siapa mereka?

  1. Kaum Jahmiyyah (pengikut Jahm bin Sofwan). Mereka mengatakan Allah tidak punya nama dan tidak punya sifat.
  2. Kaum Mu’tazilah, mereka mengatakan Allah punya nama tapi tidak memiliki sifat. Nama Allah Rahman tapi tidak punya sifat Rahmat, nama Allah ‘Aziz tapi tidak punya sifat Izzah.
  3. Ketiga, yang beriman kepada sebagian nama dan sifat tapi tidak beriman kepada banyak sifat. Contohnya Maturidiyah, Asy’ariyah dan banyak lagi yang lain. Mereka hanya menetapkan sebagian sifat dan tidak beriman kepada sifat yang lain. Asy’ariyah mempunyai keyakinan sifat Allah yang wajib hanya 20 dan mereka membagi ada sifat wajib, sifat jaiz dan sifat mustahil. Mereka menetapkan itu dengan akal. Katanya yang wajib bagi Allah sekian, yang boleh sekian, yang mustahil sekian. Bayangkan, yang mewajibkan manusia seakan-akan si manusia ini berkata, “Ya Allah, Engkau wajib punya sifat ini, ini, ini, Engkau boleh punya sifat ini, ini dan Engkau tidak boleh punya sifat ini, ini.”
    Seharusnya kan kita yang beriman, Allah yang mengabarkan tentang sifat diriNya. Tapi kemudian kita yang menentukan. Ini nggak masuk diakal. Ini wajib, ini boleh, ini mustahil. Ini hakikat beriman kepada nama dan sifat sebatas dengan akal saja.

Kelima,  wajib diimani bahwa semua kitab-kitab suci yang diturunkan kepada para Rasul, itu benar-benar turun dari sisi Allah. Tapi yang Allah janjikan untuk menjaganya hanya Al-Qur’an saja. Selain Al-Qur’an, Allah tidak berjanji untuk menjaganya. Selain Al-Qur’an, penjagaannya diserahkan kepada para ulama-ulama dan rahib mereka.

Karena sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, setiap kali Nabi meninggal dunia diganti oleh Nabi lagi. Jadi wahyu tidak terputus. Sedangkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan ada lagi Nabi, sehingga wahyu terputus. Karena wahyu sudah terputus setelah Rasulullah meninggal, maka Allah yang menjamin langsung Al-Qur’an untuk dijaga oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Allah berfirman:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ ﴿٩﴾

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr[15]: 9)

Dan Allah mengabarkan bahwa orang-orang ahli kitab sebelum kita, mereka menulis sesuatu yang bukan dari Allah kemudian mereka menisbatkannya kepada Allah. Allah berfirman:

وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لَا يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إِلَّا أَمَانِيَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ ﴿٧٨﴾ فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَـٰذَا مِنْ عِندِ اللَّـهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ۖ …

Dan diantara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga. Maka kecelakaan yAng besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu…” (QS. Al-Baqarah[2]: 78)

Berarti Al-Qur’an mengabarkan kepada kita bahwa kitab suci sebelum Al-Qur’an itu sudah dirubah-rubah, ditambah-tambah.

Keenam, isyarat bahwa hendaknya kita memulai dengan yang paling penting. Walaupun yang paling penting itu terakhir datangnya. Karena ayat ini mengatakan, “dan kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami (Al-Qur’an) dan kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak” Sekarang duluan mana antara Nabi Muhammad atau Nabi Ibrahim?

Nabi Ibrahim duluan, tapi kenapa Allah menyebutkan Al-Qur’an terlebih dahulu? Maka kata Syaikh Utsaimin, ini menunjukkan hendaknya kita memulai dari yang paling penting dulu. Dalam segala sesuatu harus kita lakukan begitu.

Dalam berdakwah, wajib kita mulai dari yang paling penting dulu. Yaitu Tauhid. Didalam beramal shalih, wajib kita dahulukan yang paling penting. Mana yang lebih penting, wajib apa sunnah? Dalam menuntut ilmu, kalau misalnya ada beberapa kajian dihari ini, sementara kita belum paham betul tentang masalah tauhid misalnya, maka kita wajib mendahulukan belajar tauhid dulu. Kalau kita bekerja, maka kita wajib dahulukan dulu yang paling penting. Mencari nafkah dan yang lainnya.

Simak pada menit ke – 17:56

Simak dan Download MP3 Kajian Tafsir Al-Quran: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 136


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46392-tafsir-surat-al-baqarah-ayat-136/